













Kebijakan PPN PMSE merupakan respons strategis pemerintah dalam menghadapi pertumbuhan ekonomi digital. Sejak diberlakukan pada 2020, kebijakan ini menunjukkan: Penambahan signifikan jumlah platform digital pemungut PPN Kontribusi penerimaan yang terus berkembang Penyesuaian regulasi yang semakin matang Pentingnya sinergi antar lembaga untuk mengoptimalkan pemungutan PPN PMSE berpotensi menjadi salah satu tulang punggung penerimaan PPN di masa depan, seiring meningkatnya digitalisasi ekonomi.
Sektor pelayaran dan penerbangan internasional memiliki peran strategis dalam perdagangan global, arus logistik, dan mobilitas lintas negara. Indonesia menerapkan rezim pemajakan khusus melalui PPh Pasal 15, yang pada praktiknya menggunakan tarif efektif 2,64% dari peredaran bruto bagi perusahaan pelayaran dan penerbangan asing berdasarkan ketentuan KMK 416/KMK.04/1996. Studi ini menganalisis tingkat kompetitivitas tarif tersebut dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand yang menerapkan skema pajak berbeda, termasuk tarif final, withholding tax, maupun pembebasan penuh untuk perusahaan asing yang memenuhi syarat insentif. Kajian ini menggunakan metode komparatif dan analisis numerik atas beberapa skenario omzet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia lebih kompetitif daripada Thailand, relatif sebanding dengan Filipina, namun jauh tertinggal dari Singapura dan Malaysia yang mengenakan tarif mendekati nol bagi operator asing. Hal ini berpotensi mengurangi daya tarik Indonesia sebagai hub logistik dan aviasi internasional. Studi ini merekomendasikan kalibrasi tarif dan penerapan skema insentif selektif untuk meningkatkan daya saing fiskal Indonesia.
Pemeriksaan pajak daerah, penelitian BPHTB, dan penelitian SPTPD memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda namun saling melengkapi dalam upaya pengawasan dan optimalisasi penerimaan pajak daerah.