STPD dan Penagihan Pajak

pada 26 September 2024
STPD dan Penagihan Pajak

Oleh : Amin Subiyakto, Widyaiswara BDK Yogyakarta

 

Pada tulisan tentang STPD dan Risiko Pelipatgandaan Tunggakan telah digambarkan munculnya dasar penagihan ganda akibat penerbitan STPD atas SKPD. Hal ini berlaku untuk sistem pajak official assessment seperti PBB dan Pajak Reklame. Bagaimaan atas putusan keberatan atau banding jika terjadi sengketa? Bagaimaan kemungkinan terjadinya dasar penagihan ganda untuk sistem self assessment?

Sebagaimana kita ketahui, selain Surat Ketetapan Pajak dan SPPT, dasar penagihan pajak juga meliputi SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan. Karenanya penerbitan STPD atas produk hukum tersebut jika tidak dibayar akan berakibat munculnya ketetapan ulang atas objek yang sama.

Contoh kasus untuk official assessment:

Restoran A mengajukan keberatan atas SKPD Pajak Reklame sebesar 100 juta yang diterbitkan pada tanggal 15 Januari 2024. Atas keberatan, tersebut fiskus menerima sebagian dan diterbitkan Keputusan keberatan dengan perhitungan sebagai berikut;

SKPD Pajak Reklame                                                                        = Rp 100.000.000.

Diajukan keberatan dan belum dilakukan pembayaran oleh Wajib Pajak.

Keputusan Keberatan (menerima Sebagian =  50 jt)                        = Rp.  50.000.000

Sanksi administratif 30%                                                                   =           7.500.000

Jumlah                                                                                               = Rp   57.500.000

Dengan terbitnya Surat Keputusan Keberatan, SKPD Pajak Reklame tidak lagi menjadi dasar penagihan pajak. Jatuh tempo pembayaran Surat Keputusan Keberatan adalah satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Jika Wajib Pajak tidak membayar tepat waktu dan diterbitkan STPD, maka akan muncul produk hukum baru yang tidak menghapuskan produk hukum yang diterbitkan STPD.

Contoh kasus untuk self assessment:

Restoran A melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) Pengenaan Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) masa Pajak Januari 2024 dengan Pajak terutang yang telah dibayar dan dilaporkan Rp.100.000.000,00.Berdasarkan pemeriksaan Pajak terutang dalam SPTPD yang dilaporkan seharusnya 200 juta. Hitung SKPDKB jika diterbitkan tanggal 28 April 2025

Pemeriksaan selesai bulan April 2025, tanggal 28 April 2025 terbit SKPDKB untuk menetapkan kekurangan pembayaran PBJT atas Makanan dan/atau Minuman.

SKPDKB PBJT :

  1. pokok Pajak kurang bayar                              = Rp 100.000.000.
  2. sanksi bunga                                                  =         25.200.000

          (Rp 100.000.000 x 1,8 % x 14 bulan)

  1. SKPDKB                                                        = Rp 125.200.000

Sebagaimana pada contoh kasus sebelumnya, jika Wajib Pajak tidak membayar tepat waktu dan diterbitkan STPD, maka akan muncul produk hukum baru yang tidak menghapuskan produk hukum yang diterbitkan STPD.

 

Bagaimana proses penagihan pajak?

PP 23 tentang Ketentuan Umum Pajak dan Rertibusi Daerah sitegaskan bahwa penagihan adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang Pajak dan biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan Penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.  Dasar penagihan pajak adalah utang Pajak sebagaimana tercantum dalam SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding. Dasar Penagihan Pajak yang belum jatuh tempo pembayaran atau pelunasan, dapat dilakukan imbauan. Jika tidak dilunasi setelah jatuh tempo pembayaran atau pelunasan, dapat dilakukan Penagihan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 (UU PPSP).

Dalam UU PPSP diatur bahwa kewenangan menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah diberikan kepada Kepala Daerah. Yang dimaksud dengan Pejabat untuk penagihan pajak daerah misalnya Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Pejabat di bidang penagihan pajak diberikan kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,Surat Perintah Penyanderaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, atau menerbitkan surat lain. Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak antara lain surat permintaan tanggal dan jadwal waktu pelelangan ke kantor lelang, surat permintaan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan, suratpermintaan bantuan kepada kepolisian atau surat permintaan pencegahan.

Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Undang-undang tidak memberikan Batasan waktu sampai kapan bisa diterbitkan teguran. Artinya sepanjang belum daluwarsa, penagihan masih bisa dilakukan. Bahkan  Kedaluwarsa Penagihan Pajak tertangguh apabila sebelum jangka waktu daluwarsa (5 tahun) diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa.  Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf kedaluwarsa Penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Teguran dan/atau Surat Paksa.

Surat Paksa diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Dalam hal penagihan seketika dan sekaligus, Surat Paksa diterbitkan baik sebelum maupun sesudah penerbitan Surat Teguran, atau Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis. Surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang fungsinya sama dengan Surat Teguran atau Surat Peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum Surat Paksa diterbitkan.

Dalam hal-hal tertentu, misalnya, karena Penanggung Pajak mengalami kesulitan likuiditas, kepada Penanggung Pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak sehingga apabila kemudian Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, maka Surat Paksa dapat diterbitkan langsung tanpa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis.

Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan Pejabat atau sebab lain misalnya, kecurian, kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang menyebabkan asli Surat Paksa rusak, tidak terbaca atau oleh sebab lain misalnya Surat Paksa hilang atau tidak dapat diketemukan lagi, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan. Surat Paksa pengganti mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.

Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan untuk memberi kesempatan kepada Penanggung Pajak melunasi utang pajak sebelum pelelangan terhadap barang yang disita dilaksanakan. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan dengan frekuensi untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa. misalnya dengan selebaran atau pengumuman yang ditempelkan di tempat umum, misalnya di kantor kelurahan atau di papan pengumuman kantor Pejabat.

Sesuai dengan ketentuan dalam peraturan lelang setiap penjualan secara lelang harus didahului dengan Pengumuman Lelang. Dalam hal barang tidak bergerak yang akan dilelang bersama sama barang bergerak, Pengumuman Lelang dilakukan 2 (dua) kali untuk barang tidak bergerak, 1 (satu) kali bersama sama barang bergerak pada pengumuman pertama, sehingga penjualan barang bergerak dapat didahulukan. Kehadiran Pejabat atau yang mewakilinya dalam pelaksanaan lelang diperlukan untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang apabila harga penawaran yang diajukan oleh calon pembeli lelang lebih rendah dari harga limit yang ditentukan Selain itu, kehadiran Pejabat atau yang mewakilinya juga diperlukan untuk menghentikan lelang apabila hasil lelang sudah cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.

Mengingat bahwa lelang merupakan tindak lanjut eksekusi dari Surat Paksa yang kedudukannya sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka sekalipun Wajib Pajak mengajukan keberatan dan belum memperoleh keputusan, lelang tetap dapat dilaksanakan. Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak karena penguasaan barang yang disita telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, sehingga Pejabat mempunyai wewenang untuk menjual barang yang disita. Mengingat Penanggung Pajak yang memiliki barang yang disita telah diberitahukan bahwa barang yang disita akan dijual secara lelang pada waktu yang telah ditentukan, lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan badan peradilan pajak, atau objek lelang musnah. Dalam hal terdapat putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak ketiga atas kepemilikan barang yang disita, atau putusan badan peradilan pajak yang mengabulkan gugatan Penanggung Pajak atas pelaksanaan penagihan pajak, atau barang sitaan yang akan dilelang musnah karena terbakar atau bencana alam, lelang tidak dilaksanakan walaupun utang pajak dan biaya penagihan pajak belum dilunasi.

Hasil Lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari pokok lelang. Mengingat pelaksanaan penagihan pajak sampai penjualan barang sitaan secara lelang mengalami proses yang panjang, rumit dan penuh resiko maka biaya penagihan pajak sebesar 1% (satu persen) dari pokok lelang merupakan insentif bagi Jurusita Pajak. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh Pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang. Tujuan utama lelang adalah untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan tetap memberi perlindungan kepada Penanggung Pajak agar lelang tidak dilaksanakan secara berlebihan. Selain itu, juga untuk melindungi Penanggung Pajak agar Pejabat tidak berbuat sewenang-wenang dalam melakukan penjualan secara lelang. Sisa barang sitaan beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah dibuatnya Risalah Lelang sebagai tanda bahwa lelang telah selesai dilaksanakan.

Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak. Risalah Lelang antara lain, memuat keterangan tentang barang sitaan telah terjual. Sebagai syarat pengalihan hak dari Penanggung Pajak kepada pembeli lelang dan juga sebagai perlindungan hukum terhadap hak pembeli lelang, kepadanya harus diberikan Risalah Lelang yang berfungsi sebagai akte jual beli yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak.

 

Simpulan

Dari uraian proses penagihan diatas, tidak ada ruang penerbitan ketetapan baru berupa Surat Tagihan Pajak Daerah dalam proses penagihan karena tidak dibayarnya utang pajak. Utang pajak yang tidak ata kurang dibayar akan dilakukan penagihan berdasarkan proses yang diatur dalam Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dimaan upaya awalnya adalah surat teguran, peringatan atau surat lain yang sejenis yang bukan merupakan penetapan dalam upaya menagih sebelum surat paksa diterbitkan. Proses berikutnya adalah upaya penagihan melalui surat paksa, dilanjutkan dengan penyitaan dan lelang hingga utang pajak lunas.

 

Referensi :

  1. UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  2. UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP KUPDRD).
  4. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000