STPD dan Risiko Pelipatgandaan Tunggakan

pada 18 September 2024
STPD dan Risiko Pelipatgandaan Tunggakan

Oleh : Amin Subiyakto, Widyaiswara BDK Yogyakarta

Latar belakang

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Melalui UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kewenangan pemungutan pajak daerah ke Pemerintah Daerah diperluas. Seiring dengan perkembangan keadaan dan pelaksanaan desentralisasi fiskal, UU PDRD diganti sealigus dikonsolidasi dengan UU lain terkait keuangan Daerah dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam kaitannya dengan pajak dan retribusi daerah, ketentuan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP KUPDRD).

Salah satu ketentuan yang diatur dalam KUPDRD adalah penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah yang salah satu sebab penerbitannya adalah Pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran. Di sisi lain, STPD dan ketetapan pajak yang menjadi sebab terbitanya adalah dasar penagihan pajak. Masalah yang muncul adalah dengan penebitan STPD atas ketetapan yang tidak dibayar sesuai jatuh tempo akan mengakibatkan terbitnya dasar penagihan pajak yang berulang atas obyek pajak yang sama. Jika tidak ada penyelesaian atas penerbitan ganda ketetapan ini, akan muncul risiko pelipatgandaan jumah tunggakan.

Komparasi UU PDRD dan PP KUPDRD

Bagaiamana ketentuan terkait Surat Tagihan Pajak Daerah diatur dalam UU PDRD dan PP KUPDRD? Berikut ringkasan perbandingannya;

Aspek

UU PDRD

UU HKPD c.q. PP 35 th 2023

Kewenangan

Kepala Daerah

Kepala Daerah atau Pejabat yang diunjuk

Jangka waktu

Tidak disebutkan

5 tahun sejak pajak terutang

Dasar penerbitan

a.     pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b.   dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

c.      Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

1.      Official Assessment :

a.      Pajak terutang dalam SKPD atau SPPT yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran;

b.      Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran; atau

c.      Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda.

 

2.      Self Assessment :

a.      Pajak terutang tidak atau kurang dibayar;

b.      hasil Penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis, salah hitung, atau kesalahan administratif lainnya oleh Wajib Pajak;

c.      SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran; atau

d.      Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda..

Sanksi

-        2% setiap bulan paling lama 15 bulan untuk a dan b

-        2% sebulan untuk bunga SKPD tidak/kurang dibayar.

-        l% per bulan paling lama 24 bulan untuk 1 a dan 2 a – b.

-        0,6% per bulan paling lama 24 bulan untuk 1 b dan 2 c.

Contoh kasus 1 :

Restoran A melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) Pengenaan Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) masa Pajak Januari 2025 dengan Pajak terutang yang telah dibayar dan dilaporkan Rp.100.000.000,00. Berdasarkan penelitian terdapat kesalahan dalam penghitungan Pajak terutang dalam SPTPD yang dilaporkan yang seharusnya kena tarif 10%, pajaknya hanya dikenakan 5%, sehingga terdapat kekurangan setor sebanyak 100 juta. Hitung STPD jika diterbitkan tanggal 28 April 2025

Penelitian selesai bulan April 2025, tanggal 21 April 2025 terbit STPD untuk menetapkan kekurangan pembayaran PBJT atas Makanan dan/atau Minuman.

STPD PBJT :

  1. pokok Pajak kurang bayar                              = Rp 100.000.000.
  2. sanksi bunga                                                  =           3.000.000

          (Rp 100.000.000 x 1 % x 3)

  1. STPD                                                             = Rp 103.000.000

 

Contoh kasus 2 :

Restoran A memiliki utang Pajak Reklame sebesar 100 juta sesuai SKPD Pajak Reklame yang diterbitkan pada tanggal 15 Januari 2025. Hingga jatuh tempo pembayaran tanggal 14 Februari 2025, utang pajak tersebut tidak dibayar. Pemda menerbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 21 April 2025  dengan perhitungan sebagai berikut;

STPD Pajak Reklame :

  1. pokok Pajak kurang bayar                            = Rp 100.000.000.
  2. sanksi bunga                                                =           3.000.000

          (Rp 100.000.000 x 1 % x 3)

  1. STPD                                                            = Rp 103.000.000

 

Bagaimana implikasi terhadap tunggakan pajak?

Uraian

Kasus 1

Kasus 2

Ketetapan yang menjadi dasar penerbitan STPD

-

SKPD :

100.000.000

STPD

103.000.000

103.000.000

Dasar Penagihan

103.000.000

203.000.000

Pada kasus 2, terdapat dua ketetapan atas objek pajak yang sama yaitu SKPD dan STPD. Keduanya merupakan dasar penagihan pajak sehingga terjadi jumlah tunggakan ganda. Hal ini berlaku untuk semua jenis pajak yang pemungutannya official assessment.

 

Bagaimana seharusnya?

Munculnya duplikasi dasar penagihan melui penerapan ganda bisa tidak akan terjadi jika pajak terutang tidak atau kurang dibayar tidak menjadi dasar penerbitan STPD. Surat tagihan pajak hanya diterbitkan atas bunga keterlambatan atau tidak adanya pembayaran dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan saat penerbitan STPD. Lantas bagaimana proses pemungutan atau penagihan atas pajak terutang yang kurang atau tidak dibayar? Untuk jenis pajak yang dipungut secara self assessment, jika diketahui ada pajak yang tidak atau kurang dibayar, penetapannya melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah. Untuk official assessment, SKPD atau SPPT yang menyatakan jumlah pajak terutang akan dilakukan penagihan melalui tahapan penagihan mulai dari penerbitan surat teguran, surat paksa, hingga sita dan lelang.

Dengan aturan yang ada saat ini, bagaimana menghindari adanya penetapan ganda atas obyek yang sama? STPTD diterbitkan hanya atas bunganya saja, penagihan pajak terutang kurang atau tidak dibayar dijalankan sesuai tahapan penagihan pajak. Jika terlanjur terbit STPTD, produk SKPD dipertahankan, STPD dibatalkan dan diterbitkan STPD hanya atas bunga keterlambatan. Dari sisi ketentuan segera lakukan revisi PP No 35 tahun 2023 dengan menghapus pasal 78 ayau (2) huruf a yang menyatakan STPTD diterbitkan dalam hal Pajak terutang dalam SKPD atau SPPT yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dan pasal 78 ayat 3 huruf (a) yang menyatakan Pajak terutang tidak atau kurang dibayar;

 

Referensi :

  1. UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  2. UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP KUPDRD).