
Oleh: Amin Subiyakto
Widyaiswara Pusdiklat Pajak
Abstrak
Sektor pelayaran dan penerbangan internasional memiliki peran strategis dalam perdagangan global, arus logistik, dan mobilitas lintas negara. Indonesia menerapkan rezim pemajakan khusus melalui PPh Pasal 15, yang pada praktiknya menggunakan tarif efektif 2,64% dari peredaran bruto bagi perusahaan pelayaran dan penerbangan asing berdasarkan ketentuan KMK 416/KMK.04/1996. Studi ini menganalisis tingkat kompetitivitas tarif tersebut dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand yang menerapkan skema pajak berbeda, termasuk tarif final, withholding tax, maupun pembebasan penuh untuk perusahaan asing yang memenuhi syarat insentif. Kajian ini menggunakan metode komparatif dan analisis numerik atas beberapa skenario omzet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia lebih kompetitif daripada Thailand, relatif sebanding dengan Filipina, namun jauh tertinggal dari Singapura dan Malaysia yang mengenakan tarif mendekati nol bagi operator asing. Hal ini berpotensi mengurangi daya tarik Indonesia sebagai hub logistik dan aviasi internasional. Studi ini merekomendasikan kalibrasi tarif dan penerapan skema insentif selektif untuk meningkatkan daya saing fiskal Indonesia.
Latar Belakang
Pelayaran dan penerbangan internasional menempati posisi vital dalam perdagangan dunia. Negara-negara ASEAN bersaing menjadi pusat logistik dan transportasi udara karena dampaknya yang langsung terhadap investasi, industri maritim, perdagangan barang, dan pariwisata. Indonesia mengenakan pajak atas penghasilan perusahaan pelayaran/penerbangan asing melalui PPh Pasal 15. Dalam praktiknya, tarif yang digunakan adalah: 2,64% × omset. Tarif ini tidak berubah sejak tahun 1996.
Disisi lain, negara-negara ASEAN lain seperti Singapura dan Malaysia telah mengadopsi kebijakan very-low tax bahkan zero-tax bagi perusahaan asing melalui skema Maritime Sector Incentive (MSI) dan Aviation Hub Scheme.
Apakah tarif Indonesia masih kompetitif dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya?
Rumusan Masalah
Tarif di Indonesia
Sesuai PPh Pasal 15, perusahaan asing dikenakan pajak melalui tarif khusus. Tarif dihitung melalui pendekatan perkiraan penghasilan netto sebesar 6% dan pengenaan atas penghasilan yang dikirimkan ke luar negeri atas laba setelah dikenakan pajak sebesar 20% sehingga diperolah angka tarif 2,64%. Dapat diuraikan sebagai berikut;
| Laba | Pajak | |
|
Penghasilan Neto
|
6%
|
|
|
-/- PPh (tarif tahun 1996) : 30%
|
1,8%
|
1,8%
|
|
Sisa laba yang akan dikirim ke principal di LN
|
4,8%
|
|
|
-/- Pengenaan PPh Pasal 26 atas laba setelah pajak 20%
|
0,84%
|
|
|
Tarif efektif (dikenakan final terhadap omset)
|
2,64%
|
Penganaan tarif sebesar 2,64% bersifat final, dihitung dari peredaran bruto sehingga tidak mempertimbangkan profitabilitas yang sebenarnya.
Tarif 2,64% berasal dari perhitungan normatif tahun 1996 dan belum pernah disesuaikan. Tarif ini bersifat final, berlaku untuk charter flights, cargo shipping, passenger carriers dan loading/unloading operations.
Tarif Pajak di Negara ASEAN
Sistem pajak negara tetangga bervariasi:
| Negara | Kebijakan | Tarif Efektif |
| Singapura | MSI, AIS, tax exemption | 0% |
| Malaysia | Shipping incentive, income exemption | 0% |
| Filipina | Gross tax | 2,5% |
| Thailand | Withholding dari bruto | 3% |
Perbandingan dan contoh perhitungan pajak
|
Negara
|
Tarif
|
Omzet
500.000
USD
|
Omzet
1.000.000
USD
|
Omzet
5.000.000
USD
|
Omzet
10.000.000
USD
|
| Indonesia | 2,64% | 13.200 | 26.400 | 132.000 | 264.000 |
| Filipina | 2,5% | 12.500 | 25.000 | 125.000 | 250.000 |
| Thailand | 3% | 15.000 | 30.000 | 150.000 | 300.000 |
| Singapura | 0% | - | - | - | - |
| Malaysia | 0% | - | - | - | - |
Indonesia dibanding Filipina sedikit lebih mahal (selisih 0,14%) namun masih dalam kategori kompetitif. Dibanding Thailand (3%) Indonesia lebih murah. Dibanding Singapura & Malaysia (0%), Indonesia sangat kurang kompetitif. Untuk omzet besar, perbedaan pajak bisa mencapai USD 264.000 per 10 juta USD.
Efek Strategisnya adalah Negara zero-tax dalam hal ini Malaysia dan Singapura menjadi global shipping & aviation hub. Indonesia berisiko kehilangan potensi pangsa pasar kargo internasional. Indeonesia kalah menarik unuk menjadi hub pesawat internasional disbanding Malaysia dan Singapura, begitu juga dalam hal kesempatan menjadi pusat logistik regional dan pelayanan kapal pengangkut/container.
Penyesuaian tarif, mungkinkah?
Jika mengacu pada perubahan tarif PPh Badan yang saat ini 22%, parubahan tarif pelayaran dan penerbangan asing di Indonesia sangat memungkinkan mengingat basis tarif normatif saat penentuan tarif menggunakan tarif PPh Badan saat itu yaitu 30%. Penyesuaian tarif dapat digabarkan sebagai berikut;
| Laba | Pajak | |
| Perkiraan Penghasilan Neto | 6% | |
| -/- PPh (tarif saat ini) : 22% | 1,32% | 1,320% |
| Sisa laba yang akan dikirim ke principal di LN | 4,68% | |
| -/- Pengenaan PPh Pasal 26 atas laba setelah pajak 20% | 0,936% | |
| Tarif efektif (dikenakan final terhadap omset) | 2,256% |
Akan ada penurunan tarif sebesar 0,384%, akan lebih rendah dari Filipina yang sebelumnya Indonsia lebih tinggi 0,14%.
Kesimpulan
Rekomendasi